LATAR BELAKANG
Bakteri Listeria monocytogenes merupakan salah satu spesies dari bakteri Listeria yang bersifat patogen dan menjadi penyebab listeriosis. Bakteri ini secara alami terdapat di lingkungan terestrial dan memiliki kemampuan untuk hidup dan berkembang biak dalam lingkungan dengan kondisi dingin. L. monocytogenes dapat mengkontaminasi berbagai bahan pangan sehingga outbreak listeriosis seringkali dikaitkan dengan makanan yang tercemar oleh bakteri Listeria (European Food Safety Authority 2013).
Konsumsi makanan laut atau yang lebih dikenal dengan seafood akhir-akhir ini mengalami peningkatan dikarenakan semakin meningkatnya kesadaran konsumen akan pentingnya nutrisi dan kualitas makanan. Seafood diketahui mengandung banyak protein, vitamin, dan mineral yang penting bagi tubuh serta asam lemak tidak jenuh yang dipercaya dapat menurunkan resiko penyakit jantung. Selain itu seafood juga memiliki konsistensi yang lunak dan mudah dicerna (Ghanbari et al. 2013).
Semakin banyaknya kebutuhan manusia akan seafood menyebabkan semakin tinggi pula kesadaran akan keamanan pangan untuk produk seafood sehingga dibentuklah suatu regulasi prosedur mengenai produk seafood. Hal ini dilakukan setelah diketahui bahwa penyebaran patogen melalui seafood sangat berbahaya. The Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF) di Uni Eropa menyatakan bahwa seafood menempati urutan kedua setelah sayuran dalam hal bahan pangan yang harus diwaspadai. Berdasarkan data dari kasus yang terjadi di Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang, keberadaan bakteri L. monocytogenes dalam produk makanan merupakan salah satu penyebab adanya penolakan dan penahanan produk dalam perdagangan seafood internasional. Oleh karena itu, kontaminasi dari L. monocytogenes memiliki dampak yang signifikan pada perdagangan seafood yaitu dapat menyebabkan kerugian keuangan secara langsung maupun tidak langsung (Norhana et al. 2010).
Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk membahas kontaminasi L. monocytogenes pada berbagai tahap produksi seafood serta menggambarkan kondisi alami L. monocytogenes dalam produk makanan hasil perairan di berbagai lingkungan serta kondisi pengolahan dan penyimpanan dan kemungkinan dari terjadinya wabah listeriosis.
TINJAUAN PUSTAKA
Listeria merupakan bakteri gram positif, berbentuk batang, bersifat patogen intraseluler, dan fakultatif anaerob sampai mikroaerofilik (Sukhadeo & Trinad 2009). Meskipun genus Listeria terdiri dari 10 spesies, namun kasus listeriosis yang sering terjadi hampir sebagian besar disebabkan spesies Listeria monocytogenes (European Food Safety Authority 2013). L. monocytogenes dapat hidup dimana saja, secara alami berada di lingkungan bebas, perairan tawar dan asin, manur ternak, serta pada berbagai makanan mentah yang sesuai untuk tumbuh kembangnya bakteri ini. L. monocytogenes tahan terhadap pH rendah, dan memiliki toleransi tinggi sampai moderat terhadap konsentrasi NaCl yang tinggi (sampai 28% w/v) serta tahan pada temperatur beku. Bakteri ini dapat tumbuh dan berkembang selama proses pendinginan dan dapat bertahan pada lingkungan dengan kandungan air yang relatif rendah (Ghanbari et al. 2013).
Listeria monocytogenes memiliki kemampuan untuk hidup dalam lingkungan industri makanan selama bertahun-tahun. Infeksi L. monocytogenes melalui makanan pada manusia terutama berkaitan dengan makanan siap saji (ready to eat). Kontaminasi bakteri ini pada tahap pasca produksi makanan merupakan masalah kritis dalam kesehatan masyarakat. Bakteri L. monocytogenes termasuk dalam foodborne pathogen yang dapat menyebabkan listeriosis terutama pada kelompok yang berisiko tinggi seperti bayi, orang lanjut usia (lansia), wanita hamil, dan penderita immunodeficiency. Infeksi yang disebabkan oleh L. monocytogenes terutama dapat menyebabkan septikemia dan meningitis dengan tingkat mortalitas yang tinggi (Lomonaco et al. 2009).
Terdapat dua bentuk gejala klinis yang diakibatkan oleh infeksi L. monocytogenes yaitu Listerial gastroenteritis (listeriosis bentuk saluran pencernaan) dan invasive listeriosis (listeriosis bentuk invasif). Gejala klinis yang ditimbulkan oleh listeriosis bentuk saluran pencernaan di antaranya mual, muntah, kram perut, dan diare. Listeriosis bentuk invasif diakui sebagai foodborne disease yang serius karena tingkat keparahan gejala dan tingkat kematian yang tinggi yaitu 20-30% (Garrido et al. 2008). Gejala klinis yang ditimbulkan oleh listeriosis bentuk invasif yaitu meningitis, meningoensefalitis, dan septikemia, serta pada wanita hamil dapat mengakibatkan kluron/abortus, kematian pada bayi yang baru lahir atau persalinan prematur (Delgado 2008).
PEMBAHASAN
Saat ini infeksi dari L. monocytogenes merupakan sebuah masalah penting dalam kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan kematian yang tinggi (20% sampai 30%) terutama pada individu-individu beresiko. Di negara berkembang, spesies ini merupakan salah satu penyebab utama kematian akibat foodborne disease (Jemmi & Stephan 2006). Ancaman terbesar dari patogen ini terkait dengan keberadaannya pada produk pangan beku yang memiliki masa penyimpanan panjang serta produk pangan yang umumnya hanya membutuhkan sedikit atau bahkan tidak membutuhkan pemanasan sebelum dikonsumsi. Seafood menempati tingkat pertama dari sekian banyak jenis makanan siap saji yang beresiko tinggi tercemar bakteri ini.
Meskipun L. monocytogenes bukanlah organisme laut, namun bakteri ini dapat diisolasi dari air laut (kemungkinan besar karena terbawa dari tanah). Kemampuan L. monocytogenes untuk hidup dimana saja termasuk di lokasi pengolahan makanan semakin memperbesar kemungkinan bahwa air dan lingkungan pengolahan ikan sampai pada produk makanan laut dapat terkontaminasi bakteri ini (Gram 2001). Berikut adalah beberapa lingkungan dimana L. Monocytogenes dapat ditemukan dan berpotensi menyebabkan wabah listeriosis.
Perairan
Listeria monocytogenes dapat ditemukan dalam air disekitar daerah pertanian yang dapat mengalir dan memasuki perairan lain seperti danau dan sungai (Gram 2001; Lyautey et al. 2007). Jumlah L. monocytogenes dalam perairan dapat meningkat setelah ada pencemaran dari sumber-sumber lain seperti feses atau limbah hewan disekitar peternakan. Tingkat kontaminasi L. Monocytogenes cenderung lebih tinggi di laut daerah perkotaan atau daerah dengan kegiatan industri / pariwisata. Hal ini karena limbah indutri atau aktivitas perkotaan yang dibuang langsung ke laut akan mengkontaminasi ikan. Selain itu curah hujan juga dikaitkan dengan peningkatan terbesar kontaminasi bakteri ini dari air permukaan (Mallin et al. 2009; Reifel et al. 2009; Sinclair et al. 2009; Stumpf et al. 2010). Oleh karena itu, tambak memiliki risiko lebih besar berpotensi kontaminasi Listeria karena sungai dan permukaan perairan lainnya akan memasuki tambak tersebut setelah hujan deras.
Ikan
Keberadaan Listeria monocytogenes di perairan tawar maupun asin menyebabkan bakteri ini juga dapat ditemukan pada permukaan tubuh ikan yang hidup dalam air yang terkontaminasi. Selain itu L. monocytogenes juga dapat ditemukan lapisan perut, insang, dan usus ikan, tetapi jarang ditemukan pada daging kecuali tercemar dari sumber yang berbeda.
Menurut Souza et al (2008), pada umumnya ada 2 kemungkinan rute kontaminasi pada ikan yaitu : 1) penyebaran Listeria dari usus ke jaringan lain; 2) kontaminasi silang (dari peralatan dan transportasi yang buruk). Dengan demikian, ikan segar yang terkontaminasi juga akan mempengaruhi kualitas pada produk final, khususnya produk seafood siap saji. Pada tingkat pengecer, grosir, dan importir, produk ikan segar maupun yang telah dikemas ulang juga dapat mengalami kontaminasi oleh L. monocytogenes. Kontaminasi terjadi karena bakteri ini kontak langsung dengan produk ikan saat proses perlakuan ataupun karena kontaminasi sekunder dari peralatan penyimpanan.
Kerang
Kerang merupakan sumber potensial penting lain penyebab foodborne illness. Hal ini dikarenakan cara makan kerang yang dapat mengakumulasi bakteri dari lingkungan perairan yang tercemar. Oleh karena itu, bakteri patogen seperti Listeria banyak ditemukan pada kerang (Ghanbari et al. 2013). Transmisi L. monocytogenes melalui kerang, baik kerang sebagai pembawa ataupun sumber utama merupakan salah satu penyebab infeksi L. monocytogenes pada manusia (Norhana et al. 2010). Selain kerang, infeksi L. monocytogenes juga terkait dengan produk segar dan produk olahan dari udang, lobster, dan kepiting. Meskipun produk ini mungkin terdapat L. monocytogenes, namun tidak terlalu berisiko bagi sebagian besar konsumen karena mereka umumnya dimasak sebelum dikonsumsi. Para peneliti menyatakan bahwa perlakuan panas pada bahan baku selama proses produksi dan upaya pasca proses untuk menghindari kontaminasi ulang secara signifikan dapat menurunkan kontaminasi Listeria spp. pada produk akhir.
Produk Seafood dengan Pengawetan Minimum
Produk seafood dengan Pengawetan Minimum (Lightly preserved seafood - LPSPs) merupakan bagian dari kelompok produk chilled, yaitu penyimpanan makanan siap saji dengan pH >5.0 dan kandungan NaCl <6% dari produk (Lyhs et al. 2002). Selama beberapa dekade terakhir, L. monocytogenes telah sering diisolasi dari LPSPs dan makanan siap saji, termasuk salmon asap dalam kondisi panas atau dingin, gravad fish, fermented fish, dan salad ikan.
Produk seafood yang mengalami proses pengasapan adalah salah satu makanan siap saji yang diketahui berpotensi sebagai pembawa L. monocytogenes Beberapa faktor penyebab kontaminasi pada produk seafood yang diawetkan dengan proses pengasapan yaitu: 1) prevalensi yang relatif tinggi dari Listeria spp.
segera setelah proses pengemasan akhir; 2) kemampuan patogen untuk tumbuh pada ikan yang diasapkan; 3) kemungkinan terjadinya kontaminasi pada proses produksi dan (d) kemampuan toleransi Listeria monocytogenes terhadap suhu dingin dalam waktu lama.
Makanan awetan lain yang berisiko tinggi mengandung L. Monocytogenes adalah gravad fish. Dalam proses ini, ikan diawetkan dengan kandungan NaCl 3% sampai 6% (w / w) dan pH lebih dari 5. Produk ini biasanya dikonsumsi tanpa pemanasan terlebih dahulu (Lyhs et al. 2002).
Makanan Siap Saji
Makanan siap saji dipahami sebagai makanan yang disimpan dalam kondisi dingin dan siap untuk konsumsi tanpa tambahan perlakuan atau dimasak terlebih dahulu. Contoh produk yang termasuk makanan siap saji adalah salad seafood, deli salad, keju lunak, serta sayuran dan buah-buahan yang telah dikemas ulang. Kurangnya tahap pemanasapan sebelum makanan dikonsumsi menyebabkan perlunya persiapan higienis dan kondisi penyimpanan yang tepat untuk menjamin keamanan ini makanan sepanjang masa penyimpanan.
Salah satu produk seafood siap saji adalah salad seafood. Kontaminasi L. monocytogenes pada salad seafood kini menjadi perhatian utama para pemerhati kesehatan. Keberadaan L. monocytogenes dalam produk ini dapat disebabkan oleh kontaminasi dari bahan baku atau karena kontaminasi silang yang terjadi selama pengolahan, pengemasan, atau dalam proses penjualan (Little et al. 2007).
Selain salad, makanan siap saji lain yang juga beresiko tinggi adalah produk telur ikan. Telur ikan yang awalnya steril dapat terkontaminasi saat proses pasca panen. Produk telur ikan yang diasinkan merupakan salah satu makanan siap saji yang umumnya tidak dimasak lagi sebelum dikonsumsi. Satu-satunya upaya mengurangi kontaminasi pada produk telur ikan adalah dengan penggaraman, dan selanjutkan tidak diberi perlakuan panas kecuali saat dicampur dengan hidangan lain yang dimasak. L. monocytogenes, dapat mencemari telur ikan selama produksi karena bakteri ini dapat ditemukan di lingkungan, pabrik ikan, dan pengolahan ikan (Miettinen et al. 2003; Shin & Rasco 2007).
Lingkungan Pengolahan
Meskipun bahan baku berpotensi tinggi sebagai penyebab kontaminasi L. monocytogenes di produk makanan laut namun lingkungan pabrik pengolahan juga dapat berpengaruh penting. Salah satu upaya meminimalisir potensi tersebut adalah dengan pemanasan. Sebagian besar produk seafood diberikan perlakuan pemanasan yang dapat menghilangkan Listeria sebelum dikonsumsi. Sehingga apabila rekomendasi aturan dan praktik kebersihan diterapkan dengan baik maka kontaminasi silang dapat dihindari, dan kontaminasi yang terjadi pada bahan baku tidak akan mencemari produk akhir.
Pada dasarnya sulit untuk menentukan secara spesifik sumber kontaminasi dari lingkungan di pabrik pengolahan. Namun diketahui bahwa pabrik pengolahan makanan siap saji termasuk pisau, conveyor, serta saluran air dan lantai pabrik diketahui mengandungt L. monocytogenes dalam jumlah tinggi. Lantai dan saluran air merupakan bagian yang sangat sulit untuk dibersihkan dan dijaga untuk tetap bebas dari Listeria. Salah satu alasan L. Monocytogenes tetap dapat ditemukan di lingkungan pabrik adalah karena kemampuannya untuk membentuk biofilm (Gandhi & Chikindas 2007; Srey et al. 2013). Faktor ini menjadi tantang utama dalam upaya mengeliminasi bakteri ini. L. monocytogenes dapat menghasilkan biofilm pada permukaan plastik (misalnya, pada conveyor yang digunakan di pabrik-pabrik ikan).
Carpentier dan Cerf (2011) menyarankan beberapa upaya penting untuk mengontrol bakteri Listeria dalam lingkungan pengolahan bahan baku. Aturan utama yaitu menghindari paparan air pada produk. Pembatasan ini tidak mudah dilakukan pada bahan baku, tetapi sangat mungkin dilakukan pada makanan siap saji setelah pengolahan. Hal penting lain adalah membersihkan lantai sekitar peralatan untuk menghindari kontaminasi peralatan oleh bakteri di lantai. Selain itu, pertumbuhan bakteri harus dihambat dengan upaya menurunkan suhu, membatasi kotoran, dan pengeringan. Kontaminasi sekunder dapat terjadi selama masa persiapan dalam proses pengolahan dan juga selama penyimpanan di retail. Oleh karena itu daerah lembab harus dipantau secara hati-hati selama proses karena pada daerah ini L. Monocytogenes dapat beradaptasi dan menyebar melalui unit pengolahan. Hal penting lain ialah dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti desain yang tepat pada peralatan pengolahan makanan, instruksi kerja yang rinci bagi karyawan, rotasi jadwal pekerjaan yang direncanakan, dan monitoring terhadap pembersihan dan prosedur disinfeksi pada fasilitas produksi.
SIMPULAN
Listeria monocytogenes secara alami terdapat di lingkungan terestrial dan memiliki kemampuan untuk hidup dan berkembang biak dalam lingkungan dengan kondisi dingin. Bakteri ini dapat mengkontaminasi berbagai bahan pangan terutama produk hasil perairan karena berkaitan erat dengan kandungan bakteri ini dalam sejumlah perairan tercemar.
Oleh karena itu sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama pihak-pihak terkait dengan proses pengolahan pasca panen produk makanan mengenai upaya-upaya keamanan pangan sejak pembelian, transportasi, penyimpanan, dan penanganan makanan terutama makanan hasil perairan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous 2013. The Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF) for 2012. Commission. Tersedia pada: ec.europa.eu/food/food/rapidalert/ index_en.htm. Accessed 2014 April 25.
Carpentier B, Cerf O. 2011. Review – persistence of Listeria monocytogenes in
food industry equipment and premises. Intl J Food Microbiol 145:1–8.
Delgado AR. 2008. Listeriosis in Pregnancy. J Mid Women’s Health 53 : 255-259.
EFSA (European Food Safety Authority) and ECDC (European Centre for Disease Prevention and Control). 2011. Scientific report of efsa and ecdc.
Garrido V, Torroba L, Garcia-Jalon I, Vitas AI. 2008. Surveillance of listeriosis in Navarre, Spain, 1995-2005-epidemiological patterns and characterisation of clinical and food isolates. Euro Surveillance 13 : 19058.
Ghanbari M, Jami M, Domig KJ, Kneifel W. 2013. Seafood biopreservation by lactic acid bacteria – a review. LWT – Food Sci Technol 50(2):315–24.
Gram L. 2001. Potential hazards in cold-smoked fish: Listeria monocytogenes. J Food Sci 66:S1072–81.
Little CL, Taylor FC, Sagoo SK, Gillespie IA, Grant K, McLauchlin J. 2007.
Prevalence and level of Listeria monocytogenes and other Listeria species in
retail pre-packaged mixed vegetable salads in the UK. Food Microbiol 24 : 711–7.
Lomonaco S, Decastelli L, Nucera D, Gallina S, Bianchi DM, Civera T. 2009. Listeria monocytogenes in Gorgonzola: subtypes diversity and persistence over time. Int J of Food Microb 128 : 516-520.
Lyautey E, Lapen DR, Wilkes G, McCleary K, Pagotto F, Tyler K, Hartmann A, Piveteau P, Rieu A, Robertson WJ, Medeiros DT, Edge TA, Gannon V, Topp E. 2007. Distribution and characteristics of Listeria monocytogenes isolates from surface waters of the south nation river watershed, Ontario, Canada. Appl Environ Microbiol 73:5401–10.
Lyhs U, Korkeala H, Bj¨orkroth J. 2002. Identification of lactic acid bacteria
from spoiled, vacuum-packaged ‘gravad’ rainbow trout using ribotyping.
Intl J Food Microbiol 72:147–53.
Mallin MA, Johnson VL, Ensign SH. 2009. Comparative impacts of stormwater runoff on water quality of an urban, a suburban, and a rural stream. Environ Monit Assess 159:475–91.
Miettinen H, Arvola A, Luoma T, Wirtanen G. 2003. Prevalence of Listeria
monocytogenes in, and mircobiological and sensory quality of, rainbow trout, whitefish, and vendance roes from Finnish retail markets. J Food Prot 66:1832–9.
Norhana MNW, Poole SE, Deeth HC, Dykes GA. 2010. Prevalence, persistence and control of salmonella and Listeria in shrimp and shrimp products: a review. Food Control 21:343–61.
Reifel KM, Johnson SC, DiGiacomo PM, Mengel MJ, Nezlin NP, Warrick JA, Jones BH. 2009. Impacts of stormwater runoff in the Southern California bight: relationships among plume constituents. Cont Shelf Res 29:1821–35.
Shin J-H, Rasco BA. 2007. Effect of water phase salt content and storage
temperature on Listeria monocytogenes survival in chum salmon (Oncorhynchus keta) roe and caviar (ikura). J Food Sci 72:M160–5.
Sinclair A, Hebb D, Jamieson R, Gordon R, Benedict K, Fuller K, Stratton GW, Madani A. 2009. Growing season surface water loading of fecal indicator organisms within a rural watershed. Water Res 43:1199–206.
Souza VMD, Alves VF, Destro MT, De Martinis ECP. 2008. Quantitative evaluation of Listeria monocytogenes in fresh and processed surubim fish (Pseudoplatytoma sp). Braz J Microbiol 39:527–8.
Stumpf CH, Piehler MF, Thompson S, Noble RT. 2010. Loading of fecal indicator bacteria in North Carolina tidal creek headwaters: hydrographic patterns and terrestrial runoff relationships. Water Res 44:4704–15.
Sukhadeo BB, Trinad C. 2009. Molecular mechanisms of bacterial infection via the gut. Cur Topics Microbiol Immunol 337:173-195.
The European Union summary report on trends and sources of zoonoses, zoonotic agents and food-borne outbreaks in 2009. EFSA Journal 2011 9(3); 2090:1–378. Tersedia pada: http://www.efsa.europa.eu/en/efsajournal/ pub/3129.htm. Accessed 2014 April 25.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar